Unsur
ekstrinsik
Judul : Si Samin
Penulis : Mohammad Kasim
Penerbit : Balai Pustaka
Tebal : ½ cm
Penerbit : Balai Pustaka
Tebal : ½ cm
Halaman : 133 halaman berilustrasi
Cetakan : cetakan pertama – 1924
Cetakan : cetakan pertama – 1924
cetakan ke sebelas – 2007
Beli di : palasari toko ampera
Harga : Rp 18.000
Harga : Rp 18.000
Panjang : 21 cm
Lebar : 15 cm
Mohammad Kasim
Penulis novel dan cerpen zaman Balai Pustaka. Lahir di Muara Sipongi, Sumatera Utara, 1886. Antara lain bersama Suman Hs., M. Kasim termasuk pelopor penulisan cerita pendek dalam jajaran sastra Indonesia baku. Ia semula mempunyai pekerjaan tetap sebagai guru sekolah dasar. Tahun 1922, mulai dikenal sebagai penulis melalui novelnya yang pertama terbitan Balai Pustaka, yakni Moeda Teroena. Pada tahun 1924 ia memenangkan sayembara menulis buku anak-anak. Karyanya kemudian diterbitkan dengan judul Pemandangan dalam Doenia Kanak-kanak (Si Samin). Ia juga dikenai sebagai penulis cerita pendek yang kemudian diterbitkan sebagai buku Teman Doedoek (1936).
Novel maupun cerpennya bercerita tentang penduduk perkampungan Sumatera dengan gaya sederhana
Unsur-unsur intrinsik
Di novel ini menceritakan tentang anak
betawi yang bernama Samin, ia anak laki-laki yang mempunyai adik perempuan
bernama Ramlah. Sikap Samin terhadap ramlah memang cukup menyayangi tetapi juga
Samin kadang menjengkelkan atau membuat Ramlah menangis.
Samin juga mempunyai banyak teman,
tetapi ia suka berkelahi dengan temannya sendiri karena hal-hal sepela yang
membuat dia jengkel. Ia sering berkelahi di dekat tepian pasar yang situasinya
cukup ramai, Samin memang banyak di pandang orang-orang anak yang nakal karena
kelakuan dan sifatnya dia banyak orang merasa di rugikan dan dijengkelkan.
Ayahnya Samin memang baik, dia sabar
dengan apa yang telah samin lakukan karena dia fikir memang itu perbuatan yang
wajar karena Samin masih kecil, tetapi beda dengan penilaian Ibunya. Ibunya
Samin lebih tegas dan bisa di bialng galak karena ibunya fikir perbuatan Samin
itu sangat memalukan bagi keluarga dia.
Adapun temennya Samin yang bernama
Zubir, dia terkenal dengan kesombongannya yang banyak membuat orang sakit hati
karena perkataannya, Zuir memang kalo bicara seenaknya tidak pernah di saring
dulu oleh karena itu Samin tidak menyukainya.
Yakubpun sama temannya Samin yang sangat
penakut, dia sering berkelahi tetapi dia juga takut dengan lawannya. Dia pernah
berkelahi dengan Samin dan hampir menewaskan samin, tetapi hal itu tidak
terjadi ketika samin menggit Yakub dan cukup membuat dia kesal
Sinopsis
Samin
itu anak yang curang dan serakah ketika ibunya membagi makanan kepada Samin dia
pun segera memakannya dengan lahap, setelah habis makanan itu dia bertanya pada
ibunya “mak jagung siapa itu di piring?” jawab ibunya “itu bagian adekmu lah
kan sudah ku bagi kau makanan jangan kau ambil !!” setelah bertanya hendak
adiknya Samin atau Ramlah pun bangun dan ibunya berkata “hey kau sudah bangun
nak, sini ini emak hendak punya makanan buat kau ambillah” jawab ramlah “emmh
ia mak Ramlah ambil, terima kasih mak” dan setelah Ramlah mengambil makanan itu
dia langsung pergi keluar rumah untuk bermain dengan temannya.
Di tengah perjalanan Ramlah bertemu dengan Samin dan
dia mengajak Ramlah untuk bermain, tetapi Ramlah malah menolak untuk bermain
dengan Samin. Ketika Samin hendak mengajak untuk bermain anak-anakan Ramlah pun
mau bermain dengannya dan Samin hendak meminta jagung punya Ramlah. Ketika
Samin meminta Ramlah berkata “jangan kau gigit banyak-banyak ii punya ku” jawab
Samin “ia..ia kau tenang saja” lalu Samin pun menggigit jagungnya dengan lahap
nyam nyam digigitnya berulang.
Setelah itu datanglah ibunya dan berkata”uhh.. Samin
kau memang anak yang serakah bagian adikmu pun kau makan!!” jawb Samin
“maafkanlah mak memang enak makanan ini” “sudah sana kembali kau main” kata
ibunya sambil menuntun Ramlah.
Disitu ada banyak teman-teman Samin yang menyaksikan
bahwa samin serakah dan di marahi Ibunya, samin pun tidak hanya berdiri diam
dia langsung mendatangi temannya yang mengolok-ngolok dia dan berkata “siapa
bialang aku serakah hah?” temannya pun berdiri diam dan tunduk “ayo
bicaralah!!” kata Samin sambil kelihatan marah, “saya” kata Yakub “apa maksud
kau bicara gitu? Jangan mencari gara-gara lah kau”kata Samin “memang kau begitu
kan?” jawab yakub. Samin yang disitu berdiam diri kemudian mengajak Yakub untuk
berkelahi.
Sampai ditepian pasar, saminpun kemudian buka baju
Yakub pun sama. Terjadinya perkelahian teman-teman banyak bersorak “ayo lawan
lawan pukul dan habisi dia..!!” Samin pun mengeluarkan semua amarah yang tadi
dengan mengeluarkan semua tenaga dia untuk menghabisi Yakub. Yakubpun sama dia
ingin mengalahkan dan menghabisi Samin dengan sendiri, dia pukul samin hingga
dia terjatuh dan terbaring kelelahan menahan ukulan dari Yakub.
Setelah Samin terbaring temannya menyorak “ayolah
bangun bangun hajar balik sampai dia kalah ..” Saminpun terburu-buru bangun
karena dia ingin menghabisi Yakub, setelah Samin melawan Yakub akhirnya
Saminpun berfikir untuk menggigit dia karena dia sangat takut dengan gigitan.
Dalam situasi yang lumayan tegang karena sudah banyak darah akhirnya Yakub merasa
lelah.
Lalu Samin berteriak “dimana .. kugigit yakub ??”
akhirnya Saminpun mengigit Yakub d bagian dadanya hingga berdarah, dan Yakubpun
sudah merasa takut ingin dia pergi dari tepian pasar itu karena dia pikir
memang dia yang salah sudah mengolok-ngolok Samin dengan perkataan yang memang
membuat Samin tersinggung.
Saat Samin bermain dengan ramlah dan 10 orang
temannya Samin bermain d tempat dekat rumah yang kosong yang katanya banyak
hantunya. Samin ingin mencoba memasuki rumah itu dengan teman-teman adiknya
tapi semua itu tidak mungkin karena teman-teman Ramlah penakut, kemudian
Saminpun coba untuk membujuk teman-temannya Ramlah “ayolah dek banyak pula kita
masuk hantupun takut dengan kita” kata samin. Lalu lahan perlahan semua masuk
ke rumah yang berhantu itu.
Ketika mendekati pintu masuk sudah terdengar
suara-suara yang aneh yang menakutkan semuanya. Ketika samin mencoba masuk di
dalam tidak ada apa-apa rumah itu bersih dan dan banyak kain-kain yang menutupi
perabotan rumah tersebut. “Ayolah sini tak mengapa kalian masuk!!” kata samin
lalu semuanya masuk dan mencoba memasuki satu persatu kamar lalu terdengar
teriak suara wanita Saminpun berteriak “ayo dek kita keluar” Samin dan
teman-teman Ramlah berlari lalu kopiah samin terjatuh di dalam sana.
Semuanya keluar dan Ramlah berkata “kopiahmu ka mana
kopiahmu?” “aaaanuu aduh tinggalkan di dalam !!” jawab samin. Ayo kita balik
lagi “tak mau lah didalam hantu berliar” kata teman Ramlah.
Kemudian teman-teman Ramlah satu-satu berpulang
karena takut dan meninggalkan Samin dan Ramlah. Ketika itu Saminpun berdiam
dengan Ramlah di bawah pohon jambu dan Samin pun mengira jambu-jambu itu enak
untuk di makan dan segar.
Tak lama
kemudian Saminpun naik ke pohon tersebut untuk mengambil jambu dan menyuruh
Ramlah untuk menangkapnya d bawah. “dek kau ambil-ambil jambu itu dan masuk
wadahkan” kata samin “baik lah baik “ kata Ramlah
Setelah Samin naik dan segera mengambil jambu-jambu
itu datanglah Samaun dan berteriak “hendaklah kau mengambil buah itu min”
“apalah tak useh kau bicara maun” teriak Samin. Setelah samin mengambil dan
menjatuhkan jambu itu yang lumayan banyak kemudian Samin turun dan bajunya
tersangkut di pohon jambu itu dan kemudian datanglah ka Zubir dan bicara
“makanya hendakkau ambil buah-buah milik orang itu” “baik lah ka, tapi hendak
ku makan satu sajalah” seru samin kepada ka Zubir “hmmmh dasar kau bocah”
bicara ka Zubir.
Kemudian saminpun turun dibantu oleh Samaun dan
bajunya sobek, setelah pulang samin mengambil kopiahnya yang ketinggalan di
dalam rumah itu. Setelah Samin mengambil dan masuk rumah itu tiba-tiba pintu
nya menutup dan keluar kucing yang berwarna hitam dan mengeong-ngeong. Samin
berteriak “Ramlah bantu lah pintu terkunci Ramlah” jawab Ramlah “bagaimana pula
ku buka ini”
Berseru semua teman,ka Zubir,Samaun dan ibu Samin
smua teriakan “Samin.. Saminn tak apakah kau disana minn!!” jawab Samin yang
setengah mati ketakutan “tak apa disini seram dan menakutkan” lalu Samaun
mencoba membuka dan mendobrak pintu rumah itu, tak lama kemudian pintu pun
terbuka Saminpun selamat.
Kata ka Zubir “makanya hendaklah kau nakal Samin,
ini semua karna ulahmu” “maafkan saya lah ka” teriak samin .
“mengapa kau tersenyum-senyum, min?” kata Samaun.
“tidak boleh dikata-katakan, ya dik?” kata Samin sambil mengejap si Ramlah.
“hemmm, yasudah kalau begitu .. ayo katakanlah!!” si Samaun merayu-rayu “kami ,, me nyem ..” “belih ayam,” kata si
Ramlah sambing menyambungkan kata abangnya “keduri, min?” kata si Samaun denan
haran, bukan kata mak hendak menyongsong adik di Jumiah yang lahir semalam itu
lahir laki-laki.
Setelah itu Saminpun segera makan dengan hati yang
kurang sedap, berdrilah si Samin meninggalkan piringnya yang sudah kosong itu.
Tak dapat ia memikirkan, apa sebab bapaknya tak pernah dilarang-larang ibunya
maktu makan.”Baoak sampai-sampai empat piring menghabiskan nasi, dibalik itu
jering lagi empat lima genggam. Kopi gula lagi semangkuk besar.
Akan tetapi pikiran yang tiada sedap itu, lekas juga
terhibur oleh hati ayam yang tinggal sekeping dalam tangannya. Daging itu pun
dikuntil-kutilkannya sampai habis dengan perut yang berkilat-ilat seperti labu,
turunlah si samin mencari teman-temannya , sehari itu.
Si Samin sekarang memakai baju baru yang dibeli
bapaknya, cita kuning yang beragikehitam-hitaman. Celananya kain dril yang
berwarna biru dan kopiahnya berwarna kuning kebelang merah yang rupanya agak
besar dikit.
Dengan pakaian yang baru itu si Samin berjalan pergi
balik ke halaman rumahnya. Rupanya amat riang tetapi seperi kemalu-maluan sebab
berpakaian yang segala baru itu. Bentar-bentar ia menoleh ke arah pintu seperti
sedang menunggu-nunggu.
Ketika itu turun si Ramlah dari rumah. Bajunya
merah, selendang biru rambutnya yang seikit disanggul besarnya kira-kira
sebesar sentil perempuan makan sirih, geli kita melihat terpancang pada sanggul
yang kecil itu.
Tidak lama kemudian turunlah Ibunya yang memakai
bajuberwarna hitamn berselendang kuning, berkain pelekat poleng merah.
Sanggulnya licin tergelincir lalat tentu tak berapa kurang dari setengah
mangkuk minyak yang telah dituangkan ke sanggul yang licin itu. Bibinya merah
bekas air sirih yang sedang dikunyah-kunyah.
Waktu akan naik ke rumah, si Saminpun memberikan
ayamnya kepada ibunya. Kemudian pergilah ia mencampurkan diri kepada anak-anak
yang banyak yang sedang memandang seekor kambing randuk besar yang tertambat
pada sebatang pokok nyiur
“lamlah tidak mau jadi anak laja, Lamlah anak bapa
dan anak mak,” jawab budak yang belum mengenal kemuliaan itu. “ala,bodoh si
Malah ini, tidak mau jadi anak raja?” kata si Samin memcapuri percakapan itu.
“anak raja senang sekali duitnya banyak hari-hari makan ayam”.
“kalau si Samin ini, ak lain dari pada memikirkan
pengisi perut saja” kata mak Samin di balik dinding. “ya abang ini rakus benar
, enak makan ayam saja seperti musang” kata ramlah.
Baru saja habis makan, si Samin pun pergi ridur.
Pada sangkanya dengan jalan yang demikian malam itu anak lekaslah menjadi
siang. Setelah puas balik kiri balik kanan sambil dimabuk angan-angan
tertidurlah si Samin. Angan-angannya yang tadilekas juga berganti mimpi, dalam
mimpinya ia melihat bahwa ia telah ada di tengah pekan. Sedang ia
berjalan-jalan terpandanglah ia kepada sebuah pundi-pundi.
Pundi-pundi itu diambilnya dengan hati yang sangat
riang, pergilah ia membeli durian dua buah. Waktu ia membelah durian itu,
datang seorang polisi hendak menangkap dia kerena tertuduh mencuri uang. Ketika
ia menerangkan kebenarannya serta undur hendak lari, supaya jangan sampai
ditangkap oleh polisi itu ia pun terjaga dari tidurnya.
Alangkah sebalnya karena tak sempat makan durian itu
dan alangkah putus harapnya, karena tidak benar mempunyai uang itu. Akan tetapi
ia merasa mujur juga karena tak jadi ditangkap, yang mengalangi segala
kemujurannya itu.
Keesokan hainya, waktu bertemu dengan si Samaun dia
menceritakan mimpinya itu dengan penuh muka yang serius dan menyeritakan
seperti layaknya nyata, kemudian Samaun tidak begi percaya dengan ceritanya
karena Samin bilang dia di dalam mimpi membunuh hantu dan mendapatkan
pundi-pundi yang berisi uang yang menyebabkan ditangkapnya dia dengan polisi .
Sembilan tahun kemudian, pada sebuah kantor degang
pada tingkat yang kedua, dalam toko di Tanjungpagar, duduklah seorang anak muda
kira-kira berumur 20 tahun menghadapi sebuah meja tuis. Di atasnya penuh dengan
buku-buku dagang yang setelempap-setelempap tebalnya.
Meskipun ia seorang anak muda yang peramah dan suka
bergurau senda, akan tetapi air mukanya kelihatan membayang bahwa ia selalu
dalam percintaan.
Sekarang ia sedang asyik membuka surat-surat khabar
melihat kolom-kolom perdagangan. Kebetulan pada ruang khabar berita ada suatu
kalimat yang bunyinya “Penghabisan umur yang sangat menyedihkan”
Kalimat itu menarik hatinya, lalu ia membaca khabar
itu. Tiba-tiba ia menangis tersedu-sedu menyebabkan kawan-kawan dikantor itu
datang memdapatkan dia. Seorang diantaranya meraba bahunya sambil bertanya
“Tuan Samin, ada apa?”
Anak muda itu hendak menyahut, akan tetapi tidak
kuasa, karena lehernya seolah-olah tercekik. Tuan tadi mengerti, bahwa baiklah
anak muda itu dibiarkan melepaskan tangisnya dahulu. Beberapa menit kemudian
baru ia bertanya pula, “apa susah, tuan Samin?” “maaf saya uan” jawab anak muda
itu. “saya tidak dapat menahan hati membaca khabar ini.”
Kira-kira 6 bulan saya di sana, bapak yang baik budi
tempat saya menumpang itu pun meninggal. Saya pun mengembaralah membawa untung
kemana-mana. Akhirnya bertemu dengan orang yang hendak pergi ke Deli. Di sana
saya pun terpaksa bercerai dengan orang itu. Akan memcari sesuap nasi, saya
lakukanlah bermacam-macam pekerjaan, kadang-kadang membasuh piring di warung
nasi, kadang-kadang tukang mengangkat barang.
Seperti bulan baru, yang tiap-tiap malam makin besar
dan makin terang cahayanya, de,ikianlah hanya perniagaan dan nama tuan Samin
itu. Kelakuannya yang baik menyebabkan ia tidak kekurangan sahabat. Diantaranya
sahabat yang banyak itu adalah orang yang terlebih akrab, yaitu seorang bangsa
india yang duduk berniaga juga di singapura.
Kedua anak muda itu pun semupakat menyatukan
perniagannya lalu mereka itu pndah ke Calcuta, nasibnya akan berbintang terang
perniaganya makin menjadi keuntungannya seperti banjir datangnya.
Akhirnya orang muda itu menjadi kaya raya sebagai
cita-citanya masa kecil. Sungguhpun ia sekaya itu, akan tetapi hatinya tiada
berubah tiadalah ia lupa akan asalnya, sebab itu kekayaannya hanya sedikit juga
yang dipakainya untuk dirinya sendiri. Kebanyakan ditabur-taburkan kesana
kemari akan menolong orang yang miskin dan yatim piatu.
Apabila orang bertanya apa sebabnya ia pemurah itu,
maka jawabnya “Uang ini diberikan Tuhan kepadaku, bukan untuk diriku sendiri.
Halku adalah sebagai pengantar surat di kantor pos, akan menyampaikan segala
kiriman. Uang itu adalah kiriman juga daripada Allah ta’ala untuk segala
hambanya yang papa dan miskin.”
Sayang sekali tulisan di atas berbeda dg teks aslinya dalam logat Melayu/Minang (cetakan Ejaan Lama) sehingga kehilangan suasana aslinya. Siapakah yg masih memiliki teks aslinya? Mohon di scan dan di share
BalasHapusSayang sekali tulisan di atas berbeda dg teks aslinya dalam logat Melayu/Minang (cetakan Ejaan Lama) sehingga kehilangan suasana aslinya. Siapakah yg masih memiliki teks aslinya? Mohon di scan dan di share
BalasHapusDulu aq pernah baca,sayang bukunya entah kemana,seandianya di cetak ulang,aq pasti beli,buku yg bagus
BalasHapusSy punya dlu buku aslinya. Tapi ntah ke mana.anak2 yang masa kecilnya sangat2 bahagia
BalasHapusjadi ingat masa SD .. hiks hiks aku baca berulang ulang di perpustakaan sekolah...
BalasHapusJaman normal masa nan bahagia berbagai buku anak banyak sekali. Pistol si Mancil, perang sumpitan, tara anak Tengger, wiro anak rimba
BalasHapus